Muhammad Abduh; Penggagas Equalisasi Pendidikan

Umat Islam pernah mengalami masa kegelapan yang ditandai dengan pemahaman keagamaan yang membeku, keterbelakangan pendidikan, dan keterjajahan. Saat itu umat Islam mengalami kemiskinan, sains dan teknologi yang tertinggal, dan lain-lain.

Atas keperihatinan itu, lahirlah para tokoh pembaharu di dunia Islam, antara lain Ibnu Taimiyyah, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Rasyid Ridha, Jamaluddin Al-Afgani, Muhammad Abduh. Tulisan saya tidak akan membahas semua tokoh itu, tapi secara khusus yang akan saya bahas adalah tokoh pembaharuan Islam Muhammad Abduh, terutama berkaitan dengan pandangannya tentang pendidikan.

Muhammad Abduh merupakan salah satu tokoh pendidikan di dunia Islam. Ia dilahirkan pada tahun 1849 di Desa Mahallat Nasr, Mesir. Ayahnya bernama Abduh Hasan Khairullah, berasal dari Turki yang telah lama tinggal di Mesir. Sedangkan ibunya berasal dari Arab.

Abduh prihatin akan dikotomi pendidikan di Mesir, yaitu pendidikan yang Barat yang modern di satu sisi dan pendidikan agama yang tradisional di sisi yang lain, Pada saat itu, sekolah modern hanya mengajarkan ilmu pengetahuan Barat sepenuhnya, dan mengabaikan ilmu agama. Demikian pula sebaliknya, di sekolah agama hanya mengajarkan ilmu agama dan mengabaikan ilmu pengetahuan Barat.

Dampak dikotomi ini adalah melahirkan dua out put pendidikan, yaitu  pertama, yang melahirkan ulama dan tokoh masyarakat yang enggan menerima perubahan dan mempertahankan tradisi dan kedua, melahirkan generasi yang memuja Barat dan merasa tergantung kepadanya tanpa ada filterisasi.

Padahal kita mengetahui bahwa pendidikan yang akan berhadapan dengan realitas yang berubah tidak mungkin berpijak dengan cara lama yang boleh jadi sudah usang. Tapi sebaliknya, terutama pendidikan Islam tidak akan mungkin berjalan secara baik bila tidak berpijak pada nilai-nilai agama yang melampau paradigma Barat yang material. Dalam hal ini kita harus berpegang kepada pendapat “almuhafadhatu alalqaadimishaalih wal akhdzu biljadiidil ashlah”, yaitu menjaga tradisi lama yang baik dan mengambil pandangan-pandangan baru yang juga baik.

Oleh sebab itu pula pendapat Muhammad Abduh yang menjawab dikotomi itu dengan gagasan equalisasi pendidikan, yaitu pendidikan yang menyeimbangan keduanya, di mana ilmu pengetahuan Barat dan agama diintegrasikan. Tegasnya, tidak semata-mata membuat peserta didik pandai dalam ilmu-ilmu umum, tapi pada saat yang bersamaan juga pandai dalam ilmu keagamaan. Seperti doa yang sering kita ucapkan Rabbanaa atina fi dunya hasanah wa filakhirati hasanah waqinaa adzaabannaar.(diolah dari berbagai sumber)